BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau bisa karena kedua-duanya yang juga merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. Berdasarkan data pada laporan World Health Organization (WHO) menyebutkan dari 57 juta kematian global di tahun 2008, 36 juta atau 63% disebabkan karena penyakit tidak menular seperti jantung, diabetes kanker, dan penyakit pernafasan kronis. Dan angka tersebut diprediksikan akan terus meningkat dari tahun- ketahun. Diabetes adalah penyakit yang kompleks dan rumit. Tingkat diagnosa diabetes memberikan kontribusi yang signifikan terhadap komorbiditas dan tingkat komplikasi diabetes. Berdasarkan data histori penderita penyakit diabetes dapat dibuat rekomendasi prediksi penyakit diabetes yang membantu tenaga kesehatan yaitu menggunakan klasifikasi data dengan decision tree (1).
Menurut hasil survey World Health Organization (WHO), jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menduduki ranking ke 4 terbesar di dunia. DM menyebabkan 5% kematian di dunia setiap tahunnya. Diperkirakan kematian karena DM akan meningkat sebanyak 50% sepuluh tahun yang akan datang. DM terbagi atas DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) jika pankreas hanya menghasilkan sedikit atau sama sekali tidak menghasilkan insulin sehingga penderita selamanya tergantung inslin dari luar, biasanya terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. DM tipe II atau Non-Insulin Dependent Diabetes (NIDDM) adalah keadaan pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang lebih tinggi dari normal tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya. Biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun karena kadar gula darah cenderung meningkat secara ringan tapi progresif setelah usia 50 tahun terutama pada orang yang tidak aktif dan mengalami obesitas. Penyebab diabetes lainnya adalah kadar kortikosteroid yang tinggi, kehamilan (diabetes gestasional), dan obat-obatan. Sebanyak 80% responden DM menderita DM tipe 2 dan mereka membutuhkan pengobatan secara terus menerus sepanjang hidupnya (2, 3).
Banyak orang awalnya tidak tahu bahwa mereka menderita diabetes mellitus, di negara-negara Asia lebih dari 50 persen penderita diabetes baru mengetahui diri mereka mengidap diabetes setelah mengalami komplikasi di berbagai organ tubuh. Ketidaktahuan ini disebabkan karena minimnya informasi mengenai diabetes, gejalanya dan minimnya tenaga dokter spesialis diabetes. Pengetahuan yang kurang mengenai gejala dan cara menangani penyakit diabetes mellitus serta jumlah dokter spesialis diabetes mellitus yang masih terbatas merupakan salah satu sebab meningkatnya jumlah orang yang terkena penyakit tersebut. Penelitian telah dilakukan untuk membuat sebuah sistem pakar berbasis web yang dapat mengatasi nilai derajat kepercayaan atau faktor kepastian data yang diperoleh dari hasil konsultasi dengan pasien melalui metode certainty factor (4).
B. Rumusan Masalah
Terdapat beberapa rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut, yakni :
1. Apa itu diabetes mellitus ?
2. Apakah penyebab dari diabetes mellitus?
3. Bagaimana pencegahan dari penyakit diabetes mellitus?
C. Tujuan
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terkini mengenai diabetes mellitus dan cara pencegahannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Kasus-kasus Diabetes Mellitus
Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, yang berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh terutama pada mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Terdapat beberapa tipe diabetes yang diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks antara faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahun meningkat. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya jumlah peningkatan penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (5,6).
Diabetes mellitus (DM) tipe 1 adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh reaksi autoimun, menyebabkan kerusakan pada sel β pankreas yang ditandai dengan hiperglikemi kronik akibat kekurangan insulin berat. Dalam perjalanan penyakit DM dapat menimbulkan bermacam-macam komplikasi yaitu komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek antara lain hipoglikemi dan ketoasidosis. Ketoasidosis diabetik (KAD) dapat dijumpai pada saat diagnosis pertama DM tipe 1 atau pasien lama akibat pemakaian insulin yang salah. Risiko terjadinya KAD meningkat antara lain pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek, riwayat KAD sebelumnya, masa remaja, pada anak dengan gangguan makan, keadaan sosio-ekonomi kurang, dan tidak adanya asuransi kesehatan. Komplikasi jangka panjang terjadi akibat perubahan mikrovaskular berupa retinopati, nefropati, dan neuropati. Retinopati merupakan komplikasi yang sering didapatkan, lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe 1 yang telah menderita lebih dari 8 tahun. Faktor risiko timbulnya retinopati antara lain kadar gula yang tidak terkontrol dan lamanya menderita diabetes. Nefropati diperkirakan dapat terjadi pada 25%-45% pasien DM tipe 1 dan sekitar 20%-30 akan mengalami mikroalbuminuria subklinis. Mikroalbuminuria merupakan manifestasi paling awal timbulnya nefropati diabetik. Neuropati merupakan komplikasi yang jarang didapatkan pada anak dan remaja, tetapi dapat ditemukan kelainan subklinis dengan melakukan evaluasi klinis dan pemeriksaan saraf perifer. Komplikasi makrovaskular lebih jarang didapatkan pada anak dan remaja. Komplikasi tersebut dapat terjadi akibat kontrol metabolik yang tidak baik (7).
DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Kekerapan DM tipe 2 di Indonesia berkisar antara 1,5-2,3% kurang lebih 15 tahun yang lalu, tetapi pada tahun 2001 survei terakhir di Jakarta (Depok) menunjukkan kenaikan yang sangat nyata yaitu menjadi 12,8%. Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3% dari penduduk Indonesia setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi DM. WHO memastikan peningkatan penderita DM tipe 2 paling banyak akan terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian peningkatan jumlah penderita DM tipe 2 karena kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan DM. Pengetahuan pasien tentang pengelolaan DM sangat penting untuk mengontrol kadar glukosa darah. Penderita DM yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga dapat hidup lebih lama (8).
Banyak orang awalnya tidak tahu bahwa mereka menderita diabetes mellitus, di negara-negara Asia lebih dari 50 persen (bahkan ada yang mencapai 85 persen) penderita diabetes baru mengetahui diri mereka mengidap diabetes setelah mengalami komplikasi di berbagai organ tubuh. Seiring dengan perkembangan teknologi dan jaman, teknik identifikasi secara konvensional dinilai sudah tidak praktis dan memiliki berbagai kelemahan. Dalamsuatu penelitian, teknik klasifikasi penyakit diabetes mellitus dapat menggunakan pengekstrasi ciri PCA berdasar ciri alami manusia. Salah satunya adalah dengan menggunakan retina mata manusia sebagai objeknya. Dalam penelitian tersebut digunakan metode ekstrasi ciri secara statistik yang secara luas telah lama digunakan yaitu PCA (Principal Components Analysis). PCA atau Principal component analysis sebagai salah satu metode untuk pengolahan citra masih relatif jarang digunakan sebagai pengekstraksi ciri pola retina mata. Pemilihan metode ekstraksi ciri yang tepat dan efisien sangat menentukan keberhasilan dari sistem klasifikasi secara keseluruhan. Pengujian bertujuan untuk mengklasifikasikan beberapa citra dari basis data Messidor. Citra masukkan berformat TIFF dengan ukuran 680x452. Hasil analisis kemudian diolah dengan 5 variasi komponen utama dan 5 variasi jumlah neuron tersembunyi untuk dikombinasikan yang bertujuan untuk menghasilkan tingkat keberhasilan yang akurat. Dari hasil pengujian kombinasi variasi komponen utama dan jumlah neuron tersembunyi dengan 15 data latih dan 15 data uji memiliki tingkat keberhasilan terbaik yaitu 78,334%. Kombinasi metode PCA dan jaringan saraf tiruan perambatan balik ini teruji cocok untuk mengklasifikasikan penyakit diabetes mellitus (4,9).
B. Gejala dan Penyebab Diabetes Mellitus (DM)
Komplikasi yang dialami penderita DM bervariasi diantaranya komplikasi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Komplikasi fisik yang timbul berupa kerusakan mata, kerusakan ginjal, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, stroke bahkan sampai menyebabkan gangrene. Komplikasi psikologis yang muncul diantaranya dapat berupa kecemasan. Gangguan kecemasan yang muncul bisa disebabkan oleh long life diseases ataupun karena komplikasi yang ditimbulkannya. Kecemasan ini jika tidak diatasi akan semakin menyulitkan dalam pengelolaan DM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tingkat kecemasan terhadap kadar glukosa darah penderita DM yang akan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Secara sosial penderita DM akan mengalami hambatan umumnya berkaitan dengan pembatasan diet yang ketat dan keterbatasan aktivitas karena komplikasi yang muncul. Pada bidang ekonomi biaya untuk perawatan penyakit dalam jangka waktu panjang dan rutin merupakan masalah yang menjadi beban tersendiri bagi pasien. Beban tersebut ditambah dengan adanya penurunan produktifitas kerja yang berkaitan dengan perawatan ataupun akibat penyakitnya. Kondisi tersebut berlangsung kronis dan bahkan sepanjang hidup pasien DM dan hal ini akan menurunkan kualitas hidup pasien DM. Oleh karena itu, penanganan penyakit ini memerlukan pendekatan yang komprehensif. Penanganan pasien harus memperhatikan keseimbangan dan keutuhan aspek fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Saat ini penanganan penyakit ini menunjukkan kecenderungan lebih berfokus pada pengaturan pola diet, pengaturan aktivitas fisik, perubahan perilaku, pengobatan yang dilakukan dengan obat – obatan, dan kontrol gula darah, sedangkan penanganan masalah psikologis belum banyak ditangani (11).
Dari penelitian yang lain, diketahui bahwa diabetes melitus sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik dan perilaku atau gaya hidup seseorang. Selain itu, faktor lingkungan sosial dan pemanfaatan pelayanan kesehatan juga berkontribusi terhadap kesakitan diabetes melitus dan komplikasinya. Diabetes dapat memengaruhi berbagai organ sistem dalam tubuh dalam jangka waktu tertentu yang disebut komplikasi. Komplikasi dari diabetes dapat diklasifikasikan sebagai mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler termasuk kerusakan sistem saraf (neuropati), kerusakan sistem ginjal (nefropati) dan kerusakan mata (retinopati). Sedangkan, komplikasi makrovaskular termasuk penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer. Penyakit pembuluh darah perifer dapat menyebabkan cedera yang sulit tidak sembuh, gangren, bahkan amputasi. Komplikasi yang lain termasuk kerusakan gigi, penurunan resistensi infeksi seperti influenza dan pneumonia, makrosomia dan komplikasi saat melahirkan. Komplikasi penyakit ini dikategorikan serius sehubungan dengan kemunculan penyakit kronis lain yang berbahaya seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, kebutaan akibat retinopati, glaukoma, katarak, gagal ginjal, impotensi pada pria serta kecacatan akibat luka yang sulit disembuhkan. Sekitar 83,3% penyandang diabetes melitus tipe dua yang dirawat di unit rawat inap RSUD Pasar Rebo mengalami komplikasi, dan pada lansia (> 60 tahun) komplikasi tersebut sekitar 94,6%. Pada usia lanjut, risiko diabetes melitus akan meningkat sehingga termasuk kelompok yang rentan terhadap kondisi ini (9).
C. Pencegahan dan Pengobatan terhadap Penyakit Diabetes Mellitus
Pengobatan DM pada prinsipnya adalah menjaga agar kadar glukosa darah dapat dipertahankan pada kondisi normal (80-120 mg/dl). Berbagai pilihan obat antidiabetes baik modern maupun tradisional telah dikenal di masyarakat. Di Indonesia, pengobatan DM secara tradisional adalah dengan memanfaatkan berbagai jenis tanaman obat yang memiliki kandungan bahan aktif yang dapat menurunkan kadar gula darah. Berbagai tanaman obat tersebut misalnya: Brotowali , Sambiloto, Mengkudu, Delima, Mahkota Dewa, dan Pare. Tanaman obat diabetes merupakan sumber mikroba potensial penghasil inhibitor alpha glukosidase. Dengan memperoleh isolat potensial dari tanaman obat tersebut, akan dapat memproduksi senyawa inhibitor alpha glukosidase untuk obat diabetes secara mikrobiologis, dengan jumlah yang lebih banyak, dan kualitas yang lebih baik. Salah satu cara kerja obat antidiabetes adalah menghambat pencernaan karbohidrat komplek (amilum) menjadi glukosa. sehingga asupan glukosa dari usus ke dalam darah dapat dikurangi. Senyawa aktif yang memiliki aktivitas seperti ini misalnya inhibitor alpha glukosidase. Senyawa inhibitor alpha glukosidase dapat dihasilkan oleh mikroba. Sebagai contoh adalah acarbose, suatu inhibitor alpha glukosidase yang dihasilkan oleh Actinoplanes sp., suatu mikroba yang diisolasi dari daerah di Kenya (10).
Diabetes Melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan penanganan yang seksama. Prevalensi DM semakin tahun semakin meningkat, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi untuk mengalami penyakit DM, diantaranya yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, dan dislipidemia. DM adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat, dan ahli gizi, akan tetapi lebih penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan DM. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui penatalaksanaan pasien DM Tipe II dengan pendekatan keluarga (11).
Selain konsumsi obat, perawatan utama penyakit ini adalah diet sehat dengan komposisi makanan yang seimbang. Namun, penyusunan diet bagi penderita Diabetes Mellitus sulit dilakukan karena memerlukan pengetahuan pakar, sedangkan jumlah pakar yang terbatas, sehingga diperlukan program bantu untuk mempermudah dan memberikan solusi alternatif bagi penderita untuk memperoleh diet yang sehat dan seimbang. Sistem untuk konsultasi menu diet bagi penderita Diabetes Mellitus berbasis aturan adalah salah satu alternatif dari berbagai macam sistem yang sudah pernah dipakai untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Tujuan rancang bangun sistem berbasis aturan ini adalah agar pemakai dapat melakukan konsultasi terhadap komposisi makanan dan diet seimbang untuk membantu proses penyembuhan yang diderita pasien. Perancangan sistem ini menggunakan rule based reasoning yang disimpan dalam basis data menggunakan mesin inferensi kedepan (forward chaining) dan aturan RSCM. Basis pengetahuan ini dihasilkan melalui wawancara dan studi pustaka kepada pakar atau ahli gizi yang telah berpengalaman di bidangnya. Hasil dari penelitian ini dapat mengetahui komposisi menu diet yang sesuai dengan jumlah kebutuhan kalori yang dibutuhkan pasien dengan tingkat akurasi 100% (12).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, yang berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh terutama pada
mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Terdapat beberapa tipe
diabetes yang diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu interaksi yang
kompleks antara faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Pada umumnya dikenal
2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe
2 (tidak tergantung insulin). Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia
anak-anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa.
Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat
terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang,
baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Jumlah penderita diabetes di
Indonesia setiap tahun meningkat. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di
berbagai penjuru dunia.
B. Saran
Setelah mengetahui apa itu DM (Diabetes Mellitus), maka tentulah kitabisa lebih menjaga pola kesehatan dengan makan-makanan yang sehat dan berolah raga teratur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andriani, A. Sistem Prediksi Penyakit Diabetes Berbasis Decision Tree. Jurnal Manajemen Informatika AMIK BSI Jakarta. 1 (1). 2013
2. Yunita N, Ana Y, Gesnita N. PENGETAHUAN PASIEN TENTANG DIABETES DAN OBAT ANTIDIABETES ORAL. Jurnal Farmasi Indonesia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga 6 (1) : 38-47. 2012
3. Totok B, Febrina N. PENGARUH DURASI SENAM DIABETES MELITUS PADA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE II. Jurnal Kesehatan Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. 4 (2) : 143-153. 2011
4. Budi C, Rosa D, Joko P. SISTEM DIAGNOSA PENYAKIT DIABETES MELLITUS MENGGUNAKAN METODE CEERTAINTY FACTOR. Jurnal Fakultas Teknologi Informasi,Universitas Kristen Duta Wacana. 1 (1). 2013
5. Wicaksono. DIABETES MELLITUS TIPE II GULA DARAH TIDAK TERKONTROL DENGAN KOMPLIKASI NEUROPATI DIABETIKUM. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 1 (3). 2013
6. Maria S, Siti R, Hairani D, Arneliwati. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP PERAWAT TENTANG PERAWATAN LUKA DIABETES MENGGUNAKAN TEKNIK MOIST WOUND HEALING. Jurnal Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. 1 (2). 2011
7. Indra W H, Aman B, Bambang T, Jose R.L. Komplikasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang Diabetes Mellitus Tipe 1. Jurnal kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 10 (6). 2009
8. Witasari U, Rahmawaty S, Zulaeka S. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, ASUPAN KARBOHIDRAT DAN SERAT DENGAN PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi . Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah. 10 (2) : 130 – 138. 2009
9. Rizky D, Isnanto R, Hidayatno A. KLASIFIKASI PENYAKIT DIABETES MELITUS BERDASAR CITRA RETINA MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN. Jurnal TRANSIENT Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro Semarang. 2 (3). 2013
10. Pujiyanto S, Ferniah R. Aktifitas Inhibitor Alpha-Glukosidase Bakteri Endofit PR-3 yang Diisolasi dari Tanaman Pare (momordica charantia ). Jurnal BIOMA Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Undip. 12 (1) : 1-5. 2010
11. Wicaksono. DIABETES MELITUS TIPE II PADA IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGETAHUAN YANG KURANG TENTANG DIABETES DAN AKTIVITAS FISIK KURANG TERATUR. Jurnnal Medula Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 1 (1). 2013
12. Indra Perwira R. SISTEM UNTUK KONSULTASI MENU DIET BAGI PENDERITA DIABETES MELLITUS BERBASIS ATURAN. Jurnal Teknologi Teknik Informatika, Fakultas Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. 5 (2) 104-113. 2012
0 komentar:
Posting Komentar